Panduan Lengkap: Contoh Surat Pengunduran Diri Sepihak dari Perusahaan & Hak Karyawan

Daftar Isi

Seringkali, ada kebingungan dalam penggunaan istilah terkait berakhirnya hubungan kerja. Frasa “surat pengunduran diri sepihak oleh perusahaan” sebenarnya kurang tepat. Pengunduran diri (resign) adalah inisiatif dari karyawan untuk berhenti bekerja. Sebaliknya, jika inisiatifnya datang dari perusahaan untuk mengakhiri hubungan kerja, istilah yang benar adalah pemutusan hubungan kerja atau PHK, atau sering juga disebut pemberhentian kerja. Perusahaan tidak mengundurkan diri dari karyawannya; perusahaan memberhentikan atau mem-PHK karyawannya. Dokumen yang diterbitkan pun bukan “surat pengunduran diri”, melainkan surat pemberhentian kerja atau surat PHK. Memahami perbedaan ini penting agar Anda tahu hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai undang-undang ketenagakerjaan.

Apa Itu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Perusahaan?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. PHK bisa terjadi karena berbagai alasan yang diatur dalam undang-undang. Inisiatif PHK bisa datang dari perusahaan atau, dalam kasus tertentu seperti pelanggaran berat, bisa juga diproses karena tindakan karyawan yang berujung pada keputusan perusahaan. Namun, ketika inisiatifnya murni dari perusahaan tanpa kesalahan signifikan dari karyawan (misalnya karena restrukturisasi, efisiensi, atau perusahaan tutup), ini sering dianggap sebagai PHK sepihak dari sisi perusahaan, meskipun tetap harus sesuai prosedur dan alasan yang sah.

Pemutusan Hubungan Kerja
Image just for illustration

Alasan-alasan PHK oleh perusahaan sangat bervariasi, mulai dari perusahaan yang mengalami kerugian terus-menerus, melakukan efisiensi, perubahan status perusahaan, hingga pelanggaran yang dilakukan karyawan (setelah melalui proses dan peringatan). Undang-undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) beserta peraturan pelaksananya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, mengatur secara detail alasan-alasan apa saja yang dianggap sah untuk melakukan PHK dan bagaimana prosedur yang harus ditempuh. Tidak semua alasan bisa serta-merta dijadikan dasar PHK; harus ada legal standing yang jelas.

Alasan Sah PHK Berdasarkan Undang-Undang

Menurut regulasi yang berlaku di Indonesia, ada daftar alasan yang bisa digunakan perusahaan untuk melakukan PHK. Beberapa contoh alasan yang umum meliputi:

  1. Perusahaan Tutup: Baik karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun atau karena force majeure (keadaan kahar) yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
  2. Perusahaan Melakukan Efisiensi: Ini bisa terjadi karena restrukturisasi, penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), atau perubahan kepemilikan perusahaan yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Alasan efisiensi juga bisa mencakup upaya perusahaan untuk meningkatkan produktivitas atau mengurangi biaya operasional.
  3. Perusahaan Pailit atau Dalam Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU): Jika perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan atau dalam proses PKPU, PHK bisa menjadi konsekuensi logis.
  4. Karyawan Melakukan Pelanggaran Berat: Ini adalah alasan yang seringkali sensitif. Pelanggaran berat seperti menipu, mencuri, atau tindakan kriminal lainnya yang dilaporkan kepada pihak berwajib dan/atau diakui oleh karyawan, bisa menjadi dasar PHK. Namun, prosesnya harus hati-hati dan sesuai aturan perusahaan yang telah disepakati (misalnya dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama).
  5. Karyawan Melakukan Pelanggaran Ringan/Sedang Berulang: Jika karyawan melakukan pelanggaran peraturan perusahaan yang bukan kategori berat, namun sudah diberikan surat peringatan (SP) berkali-kali sesuai tingkatan (SP 1, SP 2, SP 3) namun tidak ada perbaikan, PHK bisa menjadi jalan terakhir.
  6. Karyawan Sakit Berkepanjangan atau Cacat Akibat Kecelakaan Kerja: Jika karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas waktu tertentu akibat sakit atau cacat permanen akibat kecelakaan kerja, PHK bisa dilakukan.

Penting diingat bahwa setiap alasan PHK memiliki kompensasi (uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak) yang berbeda-beda sesuai dengan PP 35/2021. Perhitungan kompensasi ini didasarkan pada masa kerja karyawan dan alasan PHK-nya.

Dokumen Resmi PHK: Surat Pemberhentian Kerja/Surat PHK

Ketika perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan, dokumen resmi yang akan diterbitkan adalah Surat Pemberhentian Kerja atau Surat PHK. Ini bukan surat pengunduran diri yang diisi atau ditandatangani karyawan. Ini adalah surat pemberitahuan resmi dari perusahaan kepada karyawan bahwa hubungan kerja mereka akan berakhir pada tanggal tertentu. Surat ini sangat penting karena menjadi bukti formal pengakhiran hubungan kerja dan dasar perhitungan hak-hak karyawan.

Surat PHK yang baik dan sesuai prosedur setidaknya memuat beberapa elemen kunci. Elemen-elemen ini penting untuk memastikan kejelasan dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Karyawan yang menerima surat ini perlu memeriksa setiap detail di dalamnya.

Elemen Kunci dalam Surat Pemberhentian Kerja/Surat PHK

Surat PHK yang dikeluarkan oleh perusahaan biasanya memiliki format resmi layaknya surat keluar perusahaan pada umumnya. Beberapa elemen penting yang harus ada meliputi:

  • Kop Surat Perusahaan: Mencantumkan nama, alamat, dan logo perusahaan. Ini menunjukkan surat ini adalah dokumen resmi dari perusahaan.
  • Nomor Surat dan Tanggal: Setiap surat resmi perusahaan memiliki nomor unik dan tanggal penerbitan. Ini penting untuk administrasi dan dokumentasi.
  • Perihal: Menyebutkan secara jelas maksud surat, misalnya “Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja” atau “Pemberhentian Karyawan”.
  • Pihak yang Dituju: Menyebutkan nama lengkap dan jabatan karyawan yang di-PHK.
  • Isi Surat: Bagian inti yang menyatakan keputusan perusahaan untuk mengakhiri hubungan kerja. Harus disebutkan:
    • Pernyataan bahwa hubungan kerja diputus.
    • Alasan PHK secara spesifik: Ini krusial! Harus disebutkan alasan yang mendasari keputusan PHK, mengacu pada peraturan perusahaan atau undang-undang jika relevan. Contoh: “karena perusahaan melakukan efisiensi unit X”, “karena Bapak/Ibu telah mendapatkan SP 3”, “karena perusahaan mengalami kerugian selama 2 tahun berturut-turut”.
    • Tanggal Efektif PHK: Kapan hari terakhir karyawan bekerja atau kapan hubungan kerja secara resmi berakhir.
    • Referensi Hukum/Aturan Perusahaan: Jika PHK berdasarkan pelanggaran, bisa merujuk pada pasal tertentu dalam Peraturan Perusahaan atau PKB. Jika berdasarkan alasan ekonomi/efisiensi, bisa merujuk pada kondisi perusahaan.
    • Penyelesaian Hak-hak Karyawan: Menyebutkan bahwa hak-hak karyawan (pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, sisa cuti, dll.) akan diselesaikan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan/atau perjanjian kerja/peraturan perusahaan/PKB. Kadang disebutkan kapan dan bagaimana penyelesaian akan dilakukan.
  • Penutup: Kata-kata penutup yang santun.
  • Nama dan Jabatan Pejabat Perusahaan: Surat ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang berwenang (misalnya HR Manager, Direktur, atau pejabat lain yang ditunjuk).
  • Tembusan (Opsional): Jika diperlukan, bisa ada tembusan ke pihak terkait internal perusahaan.

Surat ini biasanya diserahkan langsung kepada karyawan, dan seringkali diminta bukti penerimaan (tanda tangan karyawan di salinan surat). Menerima surat ini bukan berarti Anda setuju dengan isinya, melainkan hanya mengkonfirmasi bahwa Anda telah menerima pemberitahuan resmi dari perusahaan.

Contoh Draft Surat Pemberhentian Kerja (Bukan Surat Pengunduran Diri)

Mengingat keyword yang Anda cari kemungkinan merujuk pada dokumen yang dikeluarkan perusahaan saat mengakhiri hubungan kerja, berikut adalah contoh draft Surat Pemberhentian Kerja yang umum. Ingat, ini adalah contoh dan situasinya bisa berbeda-beda.


[KOP SURAT PERUSAHAAN]

Nomor : [Nomor Surat]/PHK/[Bulan Romawi]/[Tahun]
Hal : Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja
Lampiran : -

[Tanggal Surat Dibuat]

Kepada Yth,
Bapak/Ibu [Nama Karyawan Lengkap]
[Jabatan Karyawan]
Di Tempat

Dengan hormat,

Merujuk pada hubungan kerja antara [Nama Perusahaan] dengan Bapak/Ibu [Nama Karyawan Lengkap] berdasarkan Perjanjian Kerja/Surat Pengangkatan Nomor [Nomor Perjanjian/Surat Pengangkatan] tanggal [Tanggal Perjanjian/Surat Pengangkatan], serta mempertimbangkan kondisi yang ada di Perusahaan, dengan berat hati kami beritahukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Bahwa [Nama Perusahaan] saat ini sedang melakukan penyesuaian struktur organisasi/mengalami kondisi keuangan yang memerlukan langkah-langkah efisiensi operasional yang signifikan [atau sebutkan alasan spesifik lainnya, contoh: berdasarkan hasil evaluasi kinerja dan Surat Peringatan terakhir Nomor XXX].
  2. Bahwa berdasarkan alasan tersebut di atas, Perusahaan memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Bapak/Ibu [Nama Karyawan Lengkap].
  3. Pemutusan Hubungan Kerja ini akan efektif berlaku sejak tanggal [Tanggal Efektif PHK]. Oleh karena itu, hari kerja terakhir Bapak/Ibu adalah pada tanggal [Tanggal Efektif PHK - 1 hari atau sebutkan tanggal spesifik].

Sehubungan dengan Pemutusan Hubungan Kerja ini, Perusahaan akan menyelesaikan hak-hak Bapak/Ibu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya (PP Nomor 35 Tahun 2021) serta merujuk pada Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama [Nama Perusahaan] yang berlaku. Rincian mengenai perhitungan dan mekanisme pembayaran hak-hak Bapak/Ibu akan disampaikan lebih lanjut/bersamaan dengan penyerahan surat ini.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dedikasi, kontribusi, dan kerja keras Bapak/Ibu selama bergabung dengan [Nama Perusahaan]. Kami mendoakan yang terbaik untuk karir dan masa depan Bapak/Ibu.

Demikian surat pemberitahuan ini kami sampaikan untuk diketahui dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

[Nama Pejabat Berwenang]
[Jabatan Pejabat Berwenang]
[Nama Perusahaan]


Disclaimer: Contoh ini bersifat umum. Isi spesifik, terutama alasan PHK dan detail penyelesaian hak, harus disesuaikan dengan kondisi nyata dan peraturan internal perusahaan Anda, serta tetap tunduk pada undang-undang yang berlaku. Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional hukum atau ahli ketenagakerjaan saat menyusun atau menanggapi surat PHK.

Hak-Hak Karyawan yang Di-PHK oleh Perusahaan

Salah satu aspek terpenting ketika seorang karyawan di-PHK oleh perusahaan adalah penyelesaian hak-haknya. Undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia memberikan perlindungan kepada karyawan terkait kompensasi PHK. Kompensasi ini dikenal dengan istilah uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH). Besaran kompensasi ini diatur secara detail dalam PP 35/2021 dan bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  1. Masa Kerja Karyawan: Semakin lama masa kerja, semakin besar UPMK yang diterima.
  2. Alasan PHK: Alasan PHK menentukan berapa kali lipat komponen UP dan UPMK diberikan dari ketentuan dasar.
  3. Komponen Upah: Perhitungan kompensasi didasarkan pada upah pokok ditambah tunjangan tetap.

Contoh perhitungan UP dan UPMK berdasarkan masa kerja (untuk kasus PHK karena efisiensi, bukan karena pelanggaran berat):

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah
  • Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah
  • Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah
  • … dan seterusnya hingga masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah.

Untuk alasan PHK yang berbeda, koefisien pengali untuk UP bisa berubah (misalnya, hanya 0,5 kali ketentuan atau bahkan 0 kali untuk PHK karena mengundurkan diri dengan kemauan sendiri, bukan PHK oleh perusahaan). UPMK diberikan jika masa kerja minimal 3 tahun, dengan besaran bertambah setiap kelipatan 3 tahun masa kerja hingga masa kerja 24 tahun atau lebih.

UPH mencakup hak-hak lain seperti sisa cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Tabel Contoh Hak Kompensasi PHK (Bukan Pelanggaran Berat)

Berikut adalah tabel ringkasan (bukan perhitungan detail) mengenai besaran UP dan UPMK berdasarkan masa kerja untuk alasan PHK selain mengundurkan diri, sakit berkepanjangan, mangkir, atau pelanggaran berat (misalnya PHK karena efisiensi atau perusahaan tutup bukan karena rugi/force majeure):

Masa Kerja Uang Pesangon (UP) Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
< 1 tahun 1 bulan upah 0 bulan upah
1 thn s/d < 2 thn 2 bulan upah 0 bulan upah
2 thn s/d < 3 thn 3 bulan upah 0 bulan upah
3 thn s/d < 4 thn 4 bulan upah 2 bulan upah
4 thn s/d < 5 thn 5 bulan upah 3 bulan upah
5 thn s/d < 6 thn 6 bulan upah 4 bulan upah
6 thn s/d < 7 thn 7 bulan upah 5 bulan upah
7 thn s/d < 8 thn 8 bulan upah 6 bulan upah
8 thn atau lebih 9 bulan upah 7 bulan upah

(Catatan: Ini adalah koefisien dasar untuk UP dan UPMK. Alasan PHK yang berbeda bisa mengubah koefisien UP menjadi 0,5 kali atau 0 kali. UPH selalu diberikan sesuai proporsi.)

Selain kompensasi dalam bentuk uang, karyawan yang di-PHK juga berhak atas surat keterangan kerja (paklaring). Surat ini penting sebagai bukti pengalaman kerja saat mencari pekerjaan baru. Pastikan Anda mendapatkan surat ini dari perusahaan.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Menerima Surat Pemberhentian Kerja

Menerima surat PHK bisa menjadi momen yang sulit dan membingungkan. Namun, penting untuk tetap tenang dan mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi hak-hak Anda.

  1. Baca Surat dengan Teliti: Jangan langsung panik. Baca setiap kalimat dalam surat PHK secara hati-hati. Perhatikan tanggal efektif PHK, alasan yang disebutkan oleh perusahaan, dan bagian yang menjelaskan mengenai penyelesaian hak-hak Anda. Catat poin-poin penting atau yang kurang jelas.
  2. Pahami Alasan PHK: Apakah alasan yang disebutkan perusahaan valid dan sesuai dengan fakta serta peraturan perusahaan/undang-undang? Jika Anda merasa alasan tersebut tidak jelas atau tidak sesuai, ini bisa menjadi dasar untuk berdiskusi lebih lanjut.
  3. Hitung atau Verifikasi Hak-hak Anda: Berdasarkan masa kerja dan alasan PHK yang disebutkan, coba hitung perkiraan besaran UP, UPMK, dan UPH yang seharusnya Anda terima sesuai PP 35/2021. Bandingkan dengan tawaran penyelesaian yang diberikan perusahaan. Jika ada perbedaan signifikan atau perusahaan tidak menjelaskan secara rinci, tanyakan klarifikasi.
  4. Jangan Langsung Menyetujui Kesepakatan Jika Ragu: Perusahaan mungkin akan menawarkan kesepakatan penyelesaian (seringkali disebut “uang pisah” atau “paket kompensasi”) di luar mekanisme pesangon undang-undang, atau mungkin kompensasi sesuai undang-undang namun dengan angka yang berbeda dari hitungan Anda. Jangan terburu-buru menandatangani surat persetujuan atau kuitansi pelunasan jika Anda merasa ragu atau hak Anda belum terpenuhi. Anda berhak menolak menandatangani surat kesepakatan jika tidak setuju dengan isinya.
  5. Cari Bantuan Profesional: Jika Anda merasa PHK dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang sah atau kompensasi yang diberikan tidak sesuai undang-undang, sangat disarankan untuk mencari bantuan. Anda bisa berkonsultasi dengan:
    • Serikat Pekerja: Jika Anda anggota serikat pekerja di perusahaan.
    • Dinas Tenaga Kerja (Disnaker): Anda bisa melapor ke Disnaker setempat untuk memfasilitasi mediasi bipartit (antara Anda dan perusahaan) atau tripartit (melibatkan mediator dari Disnaker).
    • Pengacara atau Konsultan Hukum Ketenagakerjaan: Untuk mendapatkan nasihat hukum dan pendampingan jika diperlukan proses hukum di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
  6. Kumpulkan Dokumen Penting: Siapkan dokumen-dokumen terkait pekerjaan Anda seperti surat perjanjian kerja, slip gaji terakhir, surat-surat peringatan (jika ada), surat keputusan karyawan, bukti pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan, dan surat PHK yang Anda terima. Dokumen-dokumen ini penting jika Anda perlu menempuh jalur penyelesaian perselisihan.
  7. Mintalah Surat Keterangan Kerja (Paklaring): Jangan lupa meminta surat keterangan kerja. Ini hak Anda dan sangat dibutuhkan saat melamar pekerjaan baru.

Ingat, proses PHK harus menghormati hak-hak kedua belah pihak. Undang-undang bertujuan untuk menciptakan keadilan. Memahami hak Anda adalah langkah pertama yang paling penting.

Mitos vs. Fakta: Pengunduran Diri vs. PHK Sepihak

Ada banyak kebingungan di masyarakat terkait perbedaan antara pengunduran diri dan PHK sepihak oleh perusahaan. Mari luruskan beberapa mitos:

  • Mitos: Jika perusahaan ingin saya pergi, mereka bisa paksa saya buat surat pengunduran diri biar mereka nggak bayar pesangon.
    • Fakta: Memaksa karyawan mengundurkan diri agar perusahaan tidak membayar pesangon adalah tindakan yang melanggar hukum. Pengunduran diri haruslah atas kemauan sendiri dari karyawan. Jika perusahaan melakukan tekanan atau intimidasi agar karyawan mengundurkan diri, ini bisa dianggap sebagai PHK terselubung atau constructive dismissal dan karyawan tetap berhak atas kompensasi PHK.
  • Mitos: Perusahaan bisa mem-PHK kapan saja tanpa alasan.
    • Fakta: Tidak. PHK harus berdasarkan alasan yang diatur dalam undang-undang. PHK tanpa alasan yang jelas dan sah (misalnya tiba-tiba dipecat tanpa peringatan atau penjelasan) adalah PHK yang tidak sah dan karyawan berhak menggugatnya di PHI.
  • Mitos: Kalau di-PHK sepihak, pasti nggak dapat pesangon.
    • Fakta: Ini tergantung alasan PHK. Jika PHK berdasarkan alasan yang sah sesuai undang-undang, karyawan berhak atas kompensasi (UP, UPMK, UPH) dengan besaran yang bervariasi tergantung alasan tersebut. Hanya dalam kasus PHK karena mengundurkan diri atas kemauan sendiri atau PHK karena mangkir (tidak masuk kerja 5 hari berturut-turut tanpa keterangan), hak pesangon bisa tidak penuh atau bahkan tidak ada (hanya UPH).
  • Mitos: Surat pengunduran diri sepihak dari perusahaan itu sah.
    • Fakta: Seperti dijelaskan di awal, istilah ini salah. Perusahaan tidak menerbitkan “surat pengunduran diri” untuk karyawannya. Mereka menerbitkan “surat pemberhentian kerja” atau “surat PHK”. Jika Anda menerima dokumen berjudul “Surat Pengunduran Diri” tapi yang membuat dan meminta Anda menandatangani adalah perusahaan, waspadalah.

Memahami perbedaan istilah dan proses ini sangat krusial agar Anda tidak dirugikan. Jangan takut untuk bertanya atau mencari informasi lebih lanjut jika Anda menghadapi situasi pengakhiran hubungan kerja yang kurang jelas atau terasa tidak adil.

Kesimpulan

Frasa “contoh surat pengunduran diri sepihak oleh perusahaan” adalah istilah yang kurang tepat dalam dunia ketenagakerjaan. Dokumen yang dikeluarkan oleh perusahaan ketika mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan secara sepihak (dalam konteks inisiatif dari perusahaan) adalah Surat Pemberhentian Kerja atau Surat PHK. Proses PHK oleh perusahaan harus didasarkan pada alasan yang sah sesuai undang-undang dan mengikuti prosedur yang ditetapkan. Karyawan yang di-PHK memiliki hak-hak yang dilindungi undang-undang, termasuk uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, yang besarnya bervariasi tergantung masa kerja dan alasan PHK. Memahami isi surat PHK, mengetahui hak-hak Anda, dan mencari bantuan profesional jika diperlukan adalah langkah-langkah penting untuk memastikan Anda mendapatkan perlakuan yang adil.

Bagaimana pengalaman Anda terkait pengakhiran hubungan kerja? Ada pertanyaan lebih lanjut soal PHK atau hak-hak karyawan? Yuk, berbagi di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar