Bingung Minta Bukti Potong PPh 23 ke Customer? Panduan Lengkap & Mudah!
Sebagai pengusaha atau profesional yang menyediakan jasa atau menerima penghasilan tertentu, seringkali kita menerima pembayaran dari customer yang sudah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Potongan pajak ini bukan berarti penghasilan kita berkurang tanpa jejak, melainkan pajak tersebut disetorkan oleh customer atas nama kita ke kas negara. Bukti dari pemotongan pajak ini adalah Bukti Potong PPh Pasal 23. Dokumen ini amat sangat penting buat kita saat melaporkan SPT Tahunan. Tanpa bukti potong ini, kita tidak bisa mengkreditkan pajak yang sudah dipotong, sehingga bisa jadi seolah-olah kita belum bayar pajak atas penghasilan tersebut. Nah, kadang kala, customer lupa atau belum mengirimkan bukti potong tersebut. Di sinilah kita perlu aktif meminta bukti potong PPh 23 tersebut kepada customer. Surat permintaan bukti potong menjadi solusinya.
Kenapa Bukti Potong PPh 23 Itu Krusial?¶
Bukti Potong PPh Pasal 23 ibarat kuitansi pembayaran pajak kita yang dilakukan oleh pihak lain (dalam hal ini, customer yang membayar penghasilan). Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) mengatur jenis-jenis penghasilan yang dikenakan pajak ini. Beberapa contoh yang paling umum adalah:
- Penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah/bangunan yang masuk PPh Final Pasal 4 ayat 2).
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Tarif umumnya 2% dari jumlah bruto.
- Dividen (kecuali jika penerimanya badan atau orang pribadi dengan kepemilikan saham tertentu dan berasal dari laba ditahan, atau diterima oleh koperasi/dana pensiun/badan lain yang dikecualikan), bunga, dan royalti. Tarif umumnya 15%.
Pihak yang membayarkan penghasilan inilah yang wajib memotong PPh 23, menyetorkannya ke kas negara, dan menerbitkan bukti potong untuk diberikan kepada pihak yang dipotong (kita).
Image just for illustration
Fungsi utama bukti potong PPh 23 bagi kita, penerima penghasilan yang dipotong, adalah sebagai kredit pajak saat kita melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Artinya, jumlah pajak yang tertera di bukti potong tersebut akan mengurangi jumlah total pajak terutang kita di akhir tahun pajak. Bayangkan kalau kita tidak punya bukti potongnya; pajak yang sudah dipotong customer tidak bisa kita akui sebagai pembayaran di muka, alhasil kita bisa jadi harus membayar pajak yang seharusnya sudah lunas dibayar oleh customer.
Apa Saja yang Harus Ada dalam Surat Permintaan Bukti Potong?¶
Menulis surat permintaan bukti potong tidak perlu terlalu formal dan kaku, tapi harus jelas dan informatif. Beberapa komponen penting yang sebaiknya ada dalam surat tersebut antara lain:
1. Kop Surat Perusahaan Anda¶
Ini menunjukkan identitas jelas siapa yang mengirim surat. Cantumkan nama perusahaan, alamat lengkap, nomor telepon, dan email.
2. Nomor Surat dan Tanggal¶
Standar administrasi perkantoran. Nomor surat memudahkan pencatatan dan referensi, tanggal menunjukkan kapan surat dibuat.
3. Pihak yang Dituju¶
Sebutkan dengan jelas kepada siapa surat ini ditujukan di perusahaan customer. Idealnya, tujukan ke Bagian Keuangan, Akuntansi, atau pihak yang berwenang mengurus pembayaran dan perpajakan. Cantumkan nama perusahaan customer dan alamatnya.
4. Perihal Surat¶
Buat perihal yang singkat, padat, dan langsung ke intinya. Contoh: “Permohonan Penerbitan Bukti Potong PPh Pasal 23”.
5. Isi Surat¶
Ini bagian intinya. Sampaikan maksud dan tujuan dengan sopan.
* Pembukaan: Referensikan transaksi pembayaran tertentu. Sebutkan nomor faktur (invoice), tanggal faktur, dan jumlah pembayarannya. Ini sangat penting agar customer mudah mengidentifikasi transaksi mana yang dimaksud.
* Penyebutan Pemotongan PPh 23: Sebutkan bahwa Anda memahami adanya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran tersebut. Jika tahu persentase dan jumlah rupiahnya, sebutkan juga.
* Pernyataan Permohonan: Sampaikan permohonan Anda untuk diterbitkannya Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut. Sebutkan juga tujuannya, yaitu untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan perusahaan Anda.
* Penutup: Ucapkan terima kasih atas kerja samanya dan tawarkan bantuan jika ada data atau informasi tambahan yang dibutuhkan.
6. Penutup Surat¶
Gunakan salam penutup yang standar, seperti “Hormat kami,”.
7. Identitas Pengirim¶
Cantumkan nama perusahaan Anda, nama lengkap penanggung jawab atau direktur, dan jabatan. Sertakan juga tanda tangan.
Menggunakan format yang standar ini akan membuat surat Anda terlihat profesional dan mudah dipahami oleh customer.
Contoh Surat Permintaan Bukti Potong PPh 23¶
Berikut adalah contoh surat yang bisa Anda adaptasi. Ingat, sesuaikan dengan data dan informasi spesifik transaksi Anda.
[KOP SURAT PERUSAHAAN ANDA]
[Nama Perusahaan Anda]
[Alamat Lengkap Perusahaan Anda]
[Nomor Telepon Perusahaan Anda]
[Email Perusahaan Anda]
Nomor: [Nomor Surat Anda]
Tanggal: [Tanggal Surat Dibuat, cth: 18 Mei 2024]
Kepada Yth.
Bapak/Ibu Pimpinan (atau Bagian Keuangan/Akuntansi)
[Nama Perusahaan Customer]
[Alamat Perusahaan Customer]
Perihal: Permohonan Penerbitan Bukti Potong PPh Pasal 23
Dengan hormat,
Bersama surat ini, kami merujuk pada transaksi pembayaran yang telah kami terima dari perusahaan Bapak/Ibu atas faktur (invoice) nomor [Nomor Faktur/Invoice Anda] tertanggal [Tanggal Faktur/Invoice Anda] senilai Rp [Jumlah Total Pembayaran Bruto Sebelum Potongan] (#[Sebutkan Jumlah Terbilang, cth: ## Rupiah]). Pembayaran tersebut terkait dengan [Sebutkan Jenis Jasa/Sewa/Royalti yang Anda Berikan, cth: jasa konsultasi manajemen, sewa kendaraan, royalti penggunaan merek].
Kami memahami bahwa atas pembayaran tersebut, perusahaan Bapak/Ibu telah melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, sebesar [Persentase PPh 23, cth: 2% atau 15%] atau senilai Rp [Jumlah PPh 23 yang Dipotong, jika tahu].
Sehubungan dengan keperluan administrasi perpajakan perusahaan kami, terutama untuk pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan, dengan hormat kami memohon agar Bapak/Ibu berkenan untuk menerbitkan dan mengirimkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi pembayaran faktur nomor [Nomor Faktur/Invoice Anda] tersebut kepada kami.
Kami sangat menghargai kerja sama Bapak/Ibu. Apabila terdapat data atau informasi tambahan yang diperlukan sehubungan dengan permohonan ini, mohon berkenan untuk menghubungi kami melalui kontak di atas.
Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Hormat kami,
[Tanda Tangan Anda]
[Nama Lengkap Anda]
[Jabatan Anda]
[Nama Perusahaan Anda]
Beberapa catatan penting saat mengisi contoh surat di atas:
- Pastikan nomor faktur dan tanggal faktur yang Anda sebutkan sudah benar dan sesuai dengan catatan Anda.
- Jumlah total pembayaran bruto adalah nilai invoice sebelum dipotong PPh 23.
- Persentase PPh 23 tergantung jenis penghasilan. Untuk jasa pada umumnya 2%, untuk dividen/bunga/royalti 15%. Pastikan Anda yakin dengan tarifnya atau biarkan customer yang mengisinya di bukti potong.
- Jumlah PPh 23 yang dipotong bisa dihitung dari jumlah bruto dikalikan tarif PPh 23. Jika Anda tidak yakin jumlah persisnya, Anda bisa tidak mencantumkannya dan cukup menyebutkan persentasenya saja.
- Sebutkan jenis jasa/sewa/royalti dengan spesifik agar customer mudah mengingat transaksinya.
Tips Mengirimkan Surat Permintaan Bukti Potong¶
Setelah surat selesai dibuat, ada beberapa tips agar permintaan Anda cepat direspons:
- Kirimkan Segera: Jangan tunda mengirimkan surat setelah Anda menerima pembayaran yang dipotong pajak. Customer mungkin akan lebih mudah mencari data transaksi yang masih baru. Idealnya, bukti potong memang harus diterbitkan customer di bulan dilakukannya pembayaran.
- Sertakan Lampiran Pendukung: Lampirkan salinan faktur (invoice) yang relevan dengan pembayaran tersebut. Ini akan sangat membantu customer dalam mengidentifikasi transaksi yang Anda maksud.
- Gunakan Saluran yang Tepat: Kirimkan surat melalui email ke alamat email Bagian Keuangan/Akuntansi customer. Jika customer Anda termasuk yang masih suka surat fisik, kirimkan juga via pos atau kurir. Konfirmasi via telepon atau WhatsApp ke kontak yang biasa Anda hubungi juga bisa membantu.
- Follow Up dengan Sopan: Jika setelah beberapa waktu (misalnya 1-2 minggu) Anda belum menerima bukti potongnya, lakukan follow up dengan sopan melalui email atau telepon. Tanyakan status permohonan Anda. Kadang suratnya mungkin terselip atau staf yang mengurus sedang sibuk.
- Kenali Sistem Customer: Beberapa customer besar mungkin sudah menggunakan sistem e-Bupot (Bukti Pemotongan Elektronik) dari DJP Online. Dalam sistem ini, bukti potong di-upload oleh pemotong pajak (customer) dan bisa di-download oleh pihak yang dipotong (Anda) melalui akun DJP Online masing-masing, asalkan Anda sudah dikreditkan oleh customer. Tanyakan sistem penerbitan bukti potong yang mereka gunakan.
- Jaga Komunikasi yang Baik: Komunikasi yang baik dengan customer di luar urusan penagihan atau proyek sangat membantu. Memiliki kontak yang tepat di bagian keuangan customer bisa memperlancar proses ini.
Kewajiban Customer Menerbitkan Bukti Potong¶
Perlu diingat bahwa menerbitkan bukti potong PPh 23 dan memberikannya kepada pihak yang dipotong adalah kewajiban hukum bagi pemotong pajak (customer Anda) berdasarkan Undang-Undang dan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Ini bukan sekadar formalitas atau request opsional dari Anda.
Fakta Menarik: Peraturan perpajakan, seperti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017, mengatur penggunaan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 yang kini banyak dilakukan secara elektronik (e-Bupot). Sistem e-Bupot mempermudah pelaporan bagi pemotong pajak dan di sisi lain memberikan kemudahan bagi yang dipotong (jika dikreditkan dengan benar) untuk melihat bukti potongnya via DJP Online. Namun, kewajiban menerbitkan dan memberikan tetap ada, terlepas dari formatnya (kertas atau elektronik).
Apa yang Dilakukan Jika Customer Sulit Dimintai Bukti Potong?¶
Situasi ini memang bisa jadi challenging. Setelah mencoba tips di atas (mengirim surat, melampirkan faktur, follow up sopan) namun tetap tidak mendapatkan respons atau bukti potong, langkah selanjutnya bisa dipertimbangkan secara hati-hati:
- Kirim Surat Pengingat Formal: Kirimkan kembali surat permintaan yang lebih tegas namun tetap sopan, sebutkan bahwa bukti potong sangat penting untuk kepatuhan pajak Anda dan bahwa penerbitan bukti potong adalah kewajiban customer. Berikan tenggat waktu yang wajar.
- Libatkan Pimpinan/Manajer: Jika komunikasi dengan staf di bagian keuangan tidak berhasil, coba hubungi manajer atau direktur di customer yang biasa Anda berinteraksi. Jelaskan situasi dan pentingnya bukti potong bagi kelangsungan bisnis Anda dari sisi kepatuhan pajak.
- Konsultasi dengan Konsultan Pajak: Jika masalah berlarut-larut dan jumlah PPh 23 yang dipotong cukup signifikan, konsultasikan dengan konsultan pajak Anda. Mereka mungkin punya cara atau pendekatan lain, termasuk kemungkinan berkomunikasi langsung dengan customer Anda dari sisi profesional perpajakan.
- Pelaporan ke Kantor Pajak: Sebagai langkah terakhir dan biasanya dihindari karena bisa merusak hubungan baik, Anda memiliki hak untuk melaporkan customer yang tidak menerbitkan bukti potong kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat customer terdaftar. Namun, ini sebaiknya menjadi opsi terakhir setelah semua upaya persuasif gagal dan kerugian akibat tidak adanya bukti potong sangat material bagi Anda.
Diagram sederhana alur permintaan bukti potong bisa dilihat seperti ini:
```mermaid
sequenceDiagram
participant Vendor(Anda)
participant Customer
participant DJP
Vendor->Customer: Kirim Invoice Jasa
Customer->Vendor: Bayar Invoice (dipotong PPh 23)
Note over Customer: Wajib potong PPh 23 & terbitkan Bukti Potong
Vendor->Vendor: Butuh Bukti Potong utk SPT
Vendor->Customer: Kirim Surat Permintaan Bukti Potong (Lampirkan Invoice)
alt Customer Merespons & Menerbitkan
Customer-->Vendor: Kirim Bukti Potong PPh 23 (Fisik/E-Bupot)
Vendor->Vendor: Terima & Simpan Bukti Potong
Vendor->DJP: Laporkan SPT Tahunan (Gunakan Bukti Potong sbg Kredit Pajak)
else Customer Sulit Dimintai
Vendor->Customer: Follow Up Sopan
opt Masih Sulit
Vendor->Customer: Kirim Surat Pengingat Lebih Formal
opt Masih Sulit
Vendor->Vendor: Konsultasi dgn Konsultan Pajak
opt Masih Sulit & Material
Vendor->DJP: Lapor Customer Tdk Terbitkan Bukti Potong (Opsi Terakhir)
end
end
end
end
```
Diagram ini menunjukkan alur ideal hingga skenario terburuk. Fokus utama kita adalah di alur yang ideal, yaitu meminta dengan baik dan customer merespons.
Pentingnya Data yang Akurat pada Bukti Potong¶
Saat Anda menerima bukti potong PPh 23, baik fisik maupun elektronik (e-Bupot), periksa kembali keakuratannya. Beberapa hal yang harus Anda pastikan benar:
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Anda sebagai pihak yang dipotong.
- Nama dan alamat lengkap Anda/perusahaan Anda.
- Masa Pajak (bulan dan tahun) saat pemotongan dilakukan.
- Nomor Bukti Potong (ini penting untuk pencatatan Anda).
- Jenis Penghasilan yang dipotong.
- Jumlah Penghasilan Bruto yang menjadi dasar pemotongan.
- Tarif PPh Pasal 23 yang digunakan.
- Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong.
- Identitas pemotong (Nama, NPWP, dan tanda tangan customer).
Jika ada kesalahan data, segera informasikan ke customer agar mereka menerbitkan bukti potong pengganti/pembetulan. Bukti potong dengan data yang salah bisa jadi tidak bisa diakui oleh sistem DJP saat Anda melaporkan SPT Tahunan.
Mengelola Bukti Potong yang Diterima¶
Setelah menerima bukti potong, kelola dengan baik:
- Simpan dengan Rapi: Arsipkan bukti potong berdasarkan masa pajak (bulan) atau berdasarkan nama customer. Pastikan mudah dicari saat diperlukan.
- Catat dalam Pembukuan: Masukkan informasi bukti potong (terutama jumlah PPh 23 yang dipotong) ke dalam catatan pembukuan atau spreadsheet Anda. Ini membantu melacak berapa total kredit pajak yang Anda miliki per masa pajak/tahun pajak.
- Cocokkan dengan Data Customer (Jika E-Bupot): Jika customer menggunakan e-Bupot, Anda bisa login ke akun DJP Online Anda dan cek di menu e-Bupot apakah bukti potong tersebut sudah dilaporkan dan dikreditkan ke NPWP Anda oleh customer. Mencocokkan data ini penting.
Memiliki sistem yang rapi dalam mengelola bukti potong akan sangat membantu Anda saat tiba waktunya melaporkan SPT Tahunan. Proses rekonsiliasi data pajak menjadi jauh lebih mudah dan cepat.
Penutup¶
Mengurus administrasi perpajakan memang kadang butuh effort lebih, termasuk dalam hal meminta bukti potong PPh Pasal 23 dari customer. Namun, ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pajak yang sudah dipotong atas penghasilan kita bisa diakui dan mengurangi beban pajak kita secara sah. Surat permintaan bukti potong adalah alat komunikasi resmi yang efektif untuk tujuan ini. Dengan surat yang jelas, data yang lengkap, dan follow up yang sopan, sebagian besar customer yang patuh pajak akan segera merespons permintaan Anda.
Jangan anggap sepele dokumen bukti potong ini. Ibarat menyimpan struk belanja penting, bukti potong adalah ‘struk’ pembayaran pajak Anda. Jadi, pastikan Anda selalu mendapatkannya untuk setiap transaksi yang dikenakan pemotongan PPh 23.
Bagaimana pengalaman Anda dalam meminta bukti potong PPh 23 dari customer? Apakah Anda punya tips atau trik lain yang jitu? Yuk, bagikan pengalaman dan pertanyaan Anda di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar