Panduan Lengkap: Contoh Surat Perjanjian Apoteker & PSA (Plus Tips Penting!)

Daftar Isi

Memulai atau mengelola sebuah apotek itu nggak sesederhana jualan obat aja, lho. Ada banyak aspek legal dan profesional yang harus dipenuhi. Salah satunya yang super krusial adalah keberadaan Apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian, dan Pemilik Sarana Apotek (PSA) sebagai pemilik bisnis dan fasilitasnya. Nah, hubungan kerja sama antara keduanya ini biasanya diikat dalam sebuah dokumen resmi bernama surat perjanjian. Penting banget nih punya contohnya atau setidaknya paham isinya biar semua jelas dan nggak ada miskom di kemudian hari.

Kenapa Perjanjian Ini Penting Banget?

Kenapa sih harus repot-repot pakai surat perjanjian? Bukannya cukup ngobrol aja? Eits, jangan salah! Dalam dunia profesional, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan perizinan seperti apotek, segala sesuatunya harus tertulis dan jelas. Surat perjanjian ini bukan cuma formalitas, tapi pondasi hukum yang melindungi kedua belah pihak, si Apoteker maupun si PSA.

Surat Perjanjian Kerjasama Apoteker PSA
Image just for illustration

Lewat perjanjian ini, hak dan kewajiban masing-masing pihak diatur dengan rinci. Misalnya, apa saja tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian, berapa honor atau gaji yang diterima, jam kerjanya bagaimana, lalu apa saja kewajiban PSA dalam menyediakan sarana dan prasarana, serta hak-haknya sebagai pemilik modal. Tanpa dokumen ini, bisa gampang terjadi selisih paham atau bahkan konflik legal di kemudian hari. Bayangin aja kalau tiba-tiba ada masalah stok obat palsu atau pelayanan yang nggak standar, siapa yang bertanggung jawab? Perjanjian ini bikin semuanya terang benderang.

Selain itu, keberadaan perjanjian kerja sama ini juga sering kali jadi syarat mutlak dalam pengurusan izin operasional apotek di Dinas Kesehatan atau lembaga terkait lainnya. Jadi, nggak cuma soal kenyamanan kerja, tapi juga soal kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Negara kita mengatur ketat soal apotek demi menjamin keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan buat masyarakat. Jadi, Apoteker dan PSA itu kayak dua sisi mata uang yang harus saling melengkapi dan bekerja sama secara profesional dan legal.

Siapa Saja Pihak yang Terlibat? Apoteker vs. PSA

Oke, biar makin jelas, kita bedah sedikit ya, siapa sih sebenarnya Apoteker dan siapa PSA dalam konteks apotek ini.

  • Apoteker: Dia adalah profesional yang punya latar belakang pendidikan farmasi, sudah lulus ujian kompetensi, punya Sertifikat Kompetensi Apoteker (SKA), dan yang paling penting, punya Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Apoteker inilah yang secara profesional bertanggung jawab atas semua kegiatan kefarmasian di apotek. Mulai dari pengelolaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik), alat kesehatan, sampai pelayanan farmasi klinik (pelayanan resep, swamedikasi, konseling, monitoring penggunaan obat). Di banyak apotek, Apoteker ini sering disebut sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang jadi penanggung jawab utama, atau Apoteker Pendamping yang membantu APA.
  • PSA (Pemilik Sarana Apotek): Ini adalah orang perorangan atau badan hukum (seperti PT atau CV) yang punya modal dan menyediakan tempat serta fasilitas fisik apotek. PSA bertanggung jawab atas aspek bisnis dan finansial apotek. Mereka yang mengurus perizinan usaha apotek dari sisi bisnis (misalnya Izin Usaha Apotek - IUA, meski proses ini juga melibatkan persetujuan Apoteker), menyediakan karyawan non-teknis (kasir, bagian umum), dan mengelola keuangan apotek. Penting dicatat, PSA tidak boleh mengintervensi keputusan Apoteker yang bersifat profesional terkait pelayanan kefarmasian, meskipun mereka pemilik modalnya. Nah, di sinilah letak potensi gesekan kalau tidak diatur baik-baik dalam perjanjian.

Surat perjanjian ini jadi jembatan antara kedua peran yang berbeda tapi saling membutuhkan ini. Apoteker butuh tempat dan modal untuk menjalankan praktiknya, PSA butuh Apoteker berizin untuk bisa menjalankan bisnis apoteknya secara legal. Kerja sama yang harmonis berdasarkan perjanjian yang jelas adalah kunci sukses apotek.

Landasan Hukum yang Melatarbelakangi

Adanya kewajiban Apoteker sebagai penanggung jawab apotek dan perlunya kerja sama dengan pemilik sarana ini nggak muncul begitu saja, lho. Ada dasar hukumnya yang kuat di Indonesia. Beberapa regulasi utama yang jadi payung hukumnya antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Undang-undang ini secara umum mengatur sistem kesehatan di Indonesia, termasuk pelayanan kefarmasian sebagai bagian integralnya. Pasal-pasalnya menegaskan pentingnya tenaga kesehatan yang kompeten (termasuk Apoteker) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian: Ini adalah peraturan yang lebih spesifik mengatur soal pekerjaan kefarmasian, termasuk praktik Apoteker, pendirian apotek, dan peran Apoteker sebagai penanggung jawab apotek. PP ini secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap apotek harus memiliki seorang Apoteker penanggung jawab.
  3. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes): Ada banyak Permenkes terkait apotek dan pelayanan kefarmasian, seperti Permenkes tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Permenkes tentang Perizinan Praktik dan Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian, dan lain-lain. Peraturan-peraturan ini memberikan detail lebih lanjut mengenai standar operasional, tugas, fungsi, dan tanggung jawab Apoteker di apotek, serta ketentuan terkait izin apotek yang melibatkan Apoteker dan PSA.

Nah, surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dan PSA ini harus dibuat dengan mengacu pada peraturan-peraturan di atas. Isinya nggak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Ini penting banget supaya perjanjiannya sah di mata hukum dan memberikan kepastian serta perlindungan bagi kedua pihak.

Bagian-bagian Penting dalam Contoh Surat Perjanjian

Oke, sekarang kita masuk ke bagian yang paling ditunggu: apa saja sih isi pokok dari contoh surat perjanjian Apoteker dengan PSA? Meskipun detailnya bisa bervariasi tergantung kesepakatan, ada beberapa klausul penting yang wajib ada. Ini dia poin-poinnya:

Bagian Penting dalam Perjanjian Apoteker dengan PSA

Identitas Para Pihak

Bagian ini harus memuat identitas lengkap kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Untuk Apoteker, isinya nama lengkap, nomor KTP, alamat, nomor telepon, nomor STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker), dan nomor SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) beserta tanggal berlakunya. Untuk PSA (jika perorangan), isinya sama seperti Apoteker. Jika PSA adalah badan hukum (PT/CV), maka harus disebutkan nama badan hukumnya, alamat kantor, nomor akta pendirian dan perubahannya (jika ada), serta nama dan jabatan wakil sah badan hukum tersebut yang menandatangani perjanjian (misalnya Direktur Utama). Kejelasan identitas ini penting agar tidak terjadi keraguan mengenai siapa saja yang terikat dalam perjanjian ini.

Latar Belakang dan Tujuan Perjanjian

Biasanya diawali dengan beberapa konsiderans atau pertimbangan yang melatarbelakangi dibuatnya perjanjian. Misalnya, disebutkan bahwa PSA ingin mendirikan/mengelola apotek, bahwa sesuai peraturan perundang-undangan apotek wajib memiliki Apoteker penanggung jawab, dan bahwa Apoteker yang bersangkutan bersedia dan memenuhi syarat untuk menjadi penanggung jawab apotek tersebut. Tujuannya adalah untuk menegaskan bahwa perjanjian ini dibuat dalam rangka menjalankan praktik kefarmasian dan bisnis apotek sesuai ketentuan hukum.

Objek Perjanjian

Bagian ini menjelaskan secara spesifik apa yang diperjanjikan. Misalnya, disebutkan bahwa Apoteker bersedia dan diangkat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau Apoteker Pendamping di apotek milik PSA yang berlokasi di [Alamat Lengkap Apotek]. Dijelaskan juga bahwa ruang lingkup kerja sama ini meliputi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek tersebut sesuai standar yang berlaku. Kejelasan objek ini menghindari salah tafsir mengenai dimana dan sebagai apa Apoteker tersebut bertugas.

Jangka Waktu Perjanjian

Durasi atau masa berlaku perjanjian ini harus disebutkan secara pasti. Bisa untuk jangka waktu tertentu (misalnya 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun) atau sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Jika untuk jangka waktu tertentu, perlu diatur apakah perjanjian dapat diperpanjang dan bagaimana mekanismenya (misalnya, perpanjangan otomatis atau perlu dibuat perjanjian baru). Kejelasan jangka waktu penting untuk perencanaan kedua belah pihak. Bagaimana jika Apoteker pensiun atau PSA menjual apoteknya? Ini juga bisa diatur di sini.

Hak dan Kewajiban Apoteker

Ini adalah salah satu bagian terpenting. Hak Apoteker meliputi:
* Menerima imbalan jasa/gaji/honor sesuai kesepakatan.
* Mendapatkan fasilitas kerja yang memadai dari PSA (tempat praktik yang layak, peralatan standar, akses informasi, dll.).
* Menjalankan praktik kefarmasian secara profesional sesuai standar dan kode etik, tanpa intervensi dari pihak manapun (termasuk PSA) terkait keputusan profesional seperti dispensing obat, pemberian informasi obat, dll. Ini krusial untuk independensi profesional Apoteker.
* Mengembangkan kompetensi melalui pelatihan atau seminar.
* Mendapatkan cuti dan hari libur sesuai kesepakatan.

Kewajiban Apoteker meliputi:
* Bertugas sebagai penanggung jawab (APA) atau pendamping di apotek yang disebutkan.
* Melaksanakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai peraturan perundang-undangan, standar profesi, dan kode etik Apoteker.
* Memastikan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan dengan baik dan benar (pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan).
* Memberikan pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling kepada pasien.
* Membuat laporan-laporan terkait kegiatan kefarmasian jika diperlukan.
* Menjaga kerahasiaan data pasien dan informasi bisnis apotek.
* Bekerja sesuai jam kerja yang disepakati.

Hak dan Kewajiban PSA

Bagian ini mengatur apa yang menjadi hak dan kewajiban Pemilik Sarana Apotek.
Hak PSA meliputi:
* Mendapatkan jasa Apoteker sesuai perjanjian untuk operasional apoteknya.
* Mendapatkan laporan atau informasi terkait kinerja apotek dari sisi operasional dan pelayanan (namun tidak mengintervensi keputusan profesional Apoteker).
* Mengharapkan Apoteker menjalankan tugasnya dengan profesional dan bertanggung jawab.
* Memperoleh keuntungan finansial dari operasional apotek (ini adalah hak PSA sebagai pemilik bisnis).

Kewajiban PSA meliputi:
* Memberikan imbalan jasa/gaji/honor kepada Apoteker sesuai nominal dan jadwal yang disepakati.
* Menyediakan sarana, prasarana, dan fasilitas yang memadai untuk pelaksanaan tugas Apoteker (ruang kerja, rak obat, kulkas obat, komputer, internet, dll.).
* Menyediakan tenaga pendukung non-teknis (misalnya Asisten Apoteker berizin, kasir, cleaning service) sesuai kebutuhan dan standar operasional apotek.
* Mengurus dan memastikan perizinan usaha apotek tetap berlaku.
* Tidak mengintervensi keputusan profesional Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian.
* Menjamin lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi Apoteker.

Imbalan Jasa (Gaji/Honor)

Detail mengenai kompensasi yang diterima Apoteker harus sangat jelas di sini. Meliputi besaran gaji pokok, tunjangan-tunjangan (misalnya tunjangan kehadiran, tunjangan fungsional, tunjangan transportasi, tunjangan kesehatan), bonus atau insentif (jika ada, jelaskan mekanismenya), serta jadwal dan cara pembayaran (misalnya setiap tanggal 25 via transfer bank). Pajak atas penghasilan Apoteker juga perlu disebutkan, siapa yang menanggung atau memotongnya (biasanya PSA memotong PPh 21). Kejelasan di bagian ini sangat penting untuk menghindari sengketa finansial. Kadang juga diatur mengenai kontribusi PSA untuk iuran organisasi profesi Apoteker (IAI) atau biaya seminar/pelatihan Apoteker.

Jam Kerja dan Jadwal

Meskipun Apoteker adalah penanggung jawab, jam kerjanya perlu diatur agar jelas. Apakah Apoteker full-time di apotek tersebut atau part-time? Jika ada Apoteker pendamping, bagaimana pembagian shift-nya? Pengaturan ini harus sinkron dengan jam operasional apotek dan juga peraturan ketenagakerjaan yang berlaku (jika Apoteker berstatus karyawan). Termasuk juga pengaturan mengenai hari kerja, hari libur, cuti tahunan, cuti sakit, dan cuti-cuti lainnya.

Kerahasiaan (Confidentiality)

Mengingat Apoteker berhubungan langsung dengan data pasien (informasi kesehatan, resep) dan PSA dengan data bisnis apotek (omset, laba, strategi), klausul kerahasiaan sangat penting. Kedua belah pihak wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi sensitif yang diperoleh selama masa kerja sama, bahkan setelah perjanjian berakhir.

Penyelesaian Perselisihan (Dispute Resolution)

Jika di kemudian hari timbul perselisihan antara Apoteker dan PSA, bagaimana cara menyelesaikannya? Bagian ini mengatur mekanisme penyelesaian sengketa. Dimulai dari musyawarah untuk mufakat, jika tidak berhasil bisa dilanjutkan ke mediasi atau arbitrase, dan jika jalan lain buntu, bisa dibawa ke pengadilan. Penting juga menyebutkan pengadilan negeri mana yang berwenang jika sengketa berlanjut ke jalur hukum.

Pengakhiran Perjanjian

Bagian ini menjelaskan kondisi-kondisi apa saja yang menyebabkan perjanjian berakhir sebelum habis masa berlakunya (jika perjanjian berjangka waktu). Penyebab pengakhiran bisa bermacam-macam, misalnya:
* Salah satu pihak melanggar ketentuan perjanjian (wanprestasi).
* Apoteker mengundurkan diri atau dipecat (dengan alasan yang sah dan prosedur yang jelas).
* SIPA Apoteker dicabut atau tidak diperpanjang.
* Izin Usaha Apotek (IUA) dicabut.
* PSA dinyatakan pailit.
* Terjadinya force majeure (keadaan kahar) yang menyebabkan apotek tidak bisa beroperasi.
* Kesepakatan bersama kedua belah pihak.

Penting juga diatur mengenai jangka waktu pemberitahuan (misalnya, salah satu pihak ingin mengakhiri perjanjian, harus memberitahu pihak lain 1 atau 2 bulan sebelumnya) dan konsekuensi finansial jika ada pengakhiran sepihak yang tidak sesuai prosedur.

Keadaan Kahar (Force Majeure)

Klausul ini mengatur apa yang terjadi jika terjadi peristiwa luar biasa di luar kendali kedua pihak (misalnya bencana alam, perang, huru-hara, pandemi besar) yang menyebabkan apotek tidak bisa beroperasi atau salah satu pihak tidak bisa menjalankan kewajibannya. Biasanya diatur bahwa kewajiban dalam perjanjian ditangguhkan selama keadaan kahar berlangsung, dan jika berlangsung terlalu lama, perjanjian bisa saja diakhiri.

Penutup dan Tanda Tangan

Bagian akhir perjanjian, menyatakan bahwa perjanjian dibuat dengan sadar, tanpa paksaan, dan mengikat kedua belah pihak. Di sini tercantum tempat dan tanggal dibuatnya perjanjian, nama lengkap kedua pihak (Apoteker dan PSA/wakil sah PSA), dan tanda tangan di atas meterai yang cukup sesuai ketentuan pajak. Saksi-saksi (jika ada) juga bisa ikut menandatangani.

Tips Menyusun atau Mereview Perjanjian

Menyusun perjanjian ini butuh ketelitian. Kalau kamu Apoteker atau PSA, ada beberapa tips biar perjanjiannya nggak merugikan salah satu pihak dan sah di mata hukum:

  1. Jelas dan Rinci: Jangan gunakan bahasa yang multitafsir. Jelaskan setiap poin, hak, dan kewajiban sejelas mungkin. Detail itu penting!
  2. Sesuai Aturan: Pastikan semua klausul dalam perjanjian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait apotek dan ketenagakerjaan.
  3. Konsultasi Hukum: Kalau memungkinkan, libatkan profesional hukum (pengacara atau konsultan hukum) untuk membantu menyusun atau mereview draf perjanjian. Mereka bisa melihat potensi masalah yang mungkin nggak kamu sadari.
  4. Diskusikan dengan Terbuka: Sebelum tanda tangan, diskusikan semua poin dengan calon rekan kerjamu. Pastikan kedua pihak memahami dan sepakat dengan semua isi perjanjian. Jangan ada yang dipaksakan.
  5. Cantumkan Semua Kesepakatan: Kadang ada kesepakatan lisan soal bonus, fasilitas tambahan, atau jadwal fleksibel. Kalau itu penting, masukkan ke dalam perjanjian tertulis biar ada kekuatan hukumnya.
  6. Simpan dengan Baik: Setelah ditandatangani, simpan salinan perjanjian asli di tempat yang aman. Kedua belah pihak harus memegang salinannya.

Potensi Jebakan dan Hal yang Perlu Diwaspadai

Dalam praktik, kadang ada situasi di mana Apoteker atau PSA kurang teliti dalam membuat perjanjian. Ini beberapa potensi jebakan:

  • Perjanjian Lisan: Hindari banget kerja sama apotek hanya berdasarkan omongan atau “percaya aja”. Ini sangat berisiko dan tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat jika terjadi masalah.
  • Klausul yang Merugikan Apoteker: Misalnya, Apoteker dijadikan hanya sebagai ‘pajangan’ nama untuk izin, tapi tidak diberi kewenangan atau fasilitas untuk menjalankan tugas profesionalnya dengan baik. Atau, gaji/honor yang sangat rendah dan tidak sesuai standar.
  • Intervensi PSA dalam Pelayanan Profesional: Perjanjian harus secara jelas menyebutkan bahwa PSA tidak boleh mengintervensi keputusan Apoteker terkait hal-hal profesional seperti penggantian obat, dosis, atau konseling pasien. Jika ada intervensi dan terjadi malpraktik, Apoteker yang kena getahnya secara hukum dan etika profesi.
  • Tidak Ada Detail Gaji/Honor: Hanya disebutkan “akan dibicarakan nanti” atau “sesuai keuntungan”. Ini bisa jadi masalah besar di kemudian hari.
  • Klausul Pengakhiran yang Tidak Jelas: Jika perjanjian bisa diakhiri sepihak kapan saja tanpa pemberitahuan atau kompensasi yang jelas, ini sangat merugikan pihak yang diputus.

Contoh Struktur Garis Besar (Bukan Teks Lengkap Perjanjian)

Sebagai gambaran, kira-kira seperti ini aliran dalam sebuah surat perjanjian kerja sama Apoteker dan PSA:

  1. Judul: Surat Perjanjian Kerja Sama / Perjanjian Kemitraan
  2. Para Pihak: Identitas lengkap Apoteker (disebut PIHAK PERTAMA) dan PSA (disebut PIHAK KEDUA).
  3. Mukadimah/Pertimbangan: Latar belakang dibuatnya perjanjian (misal: PSA punya apotek, perlu Apoteker, Apoteker bersedia).
  4. Pasal 1 - Ruang Lingkup: Objek perjanjian, penunjukan Apoteker sebagai APA/Pendamping di apotek [Nama Apotek] di [Alamat Lengkap].
  5. Pasal 2 - Jangka Waktu: Durasi perjanjian, tanggal mulai, opsi perpanjangan.
  6. Pasal 3 - Hak dan Kewajiban PIHAK PERTAMA (Apoteker): Rincian hak (gaji, fasilitas, independensi) dan kewajiban (tugas profesional, kepatuhan, kerahasiaan).
  7. Pasal 4 - Hak dan Kewajiban PIHAK KEDUA (PSA): Rincian hak (jasa Apoteker, laporan non-profesional) dan kewajiban (gaji, fasilitas, non-intervensi).
  8. Pasal 5 - Imbalan Jasa: Besaran gaji/honor, tunjangan, bonus, jadwal dan cara pembayaran, pajak.
  9. Pasal 6 - Jam Kerja: Hari kerja, jam kerja, shift, cuti.
  10. Pasal 7 - Kerahasiaan: Kewajiban menjaga kerahasiaan data dan informasi.
  11. Pasal 8 - Penyelesaian Perselisihan: Mekanisme musyawarah, mediasi, arbitrase, pengadilan.
  12. Pasal 9 - Pengakhiran Perjanjian: Kondisi pengakhiran, prosedur, pemberitahuan.
  13. Pasal 10 - Keadaan Kahar: Definisi force majeure dan dampaknya pada perjanjian.
  14. Pasal 11 - Lain-lain: Hal-hal lain yang relevan (misalnya perubahan perjanjian).
  15. Pasal 12 - Penutup: Pernyataan kesepakatan dan kekuatan hukum perjanjian.
  16. Tanda Tangan: Tempat, tanggal, tanda tangan Apoteker, PSA, dan saksi (jika ada), serta meterai.

Ingat ya, ini bukan contoh teks lengkap yang bisa langsung dipakai, tapi gambaran struktur agar kamu punya bayangan apa saja poin yang harus dibahas dan dituangkan dalam perjanjianmu nanti. Teksnya harus dibuat dengan bahasa hukum yang tepat atau setidaknya bahasa yang jelas dan mengikat.

Kesimpulan

Surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dan Pemilik Sarana Apotek (PSA) bukanlah sekadar tumpukan kertas formalitas. Dokumen ini adalah fondasi legal yang sangat penting untuk memastikan operasional apotek berjalan lancar, profesional, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perjanjian ini melindungi Apoteker dalam menjalankan tugas profesionalnya dan memastikan hak-haknya sebagai tenaga kerja atau mitra terpenuhi. Di sisi lain, perjanjian ini juga melindungi PSA sebagai pemilik modal dan bisnis dengan memastikan Apoteker menjalankan tanggung jawabnya sesuai kesepakatan dan hukum.

Investasi waktu dan biaya untuk menyusun perjanjian yang baik, bahkan jika perlu dengan bantuan ahli hukum, akan sangat bermanfaat di masa depan untuk menghindari potensi sengketa yang merugikan kedua belah pihak. Jadi, baik kamu seorang Apoteker yang akan bekerja di apotek baru atau seorang PSA yang baru mendirikan apotek, jangan pernah remehkan kekuatan sebuah surat perjanjian yang jelas, rinci, dan sah secara hukum!

Gimana, sudah ada gambaran kan tentang contoh surat perjanjian Apoteker dengan PSA? Penting banget buat dipahami isinya biar kerja sama profesional kalian berjalan lancar.

Punya pengalaman atau pertanyaan seputar perjanjian kerja sama Apoteker dengan PSA? Yuk, bagikan di kolom komentar di bawah! Siapa tahu pengalamanmu bisa jadi pelajaran berharga buat yang lain.

Posting Komentar